Oleh
: Tri Yuni Adistya
“Kenapa
sih mama selalu beliin baju kembar” wajahnya merengut kesal membanting baju
baru yang baru beberapa menit dibelikan mamanya.
“karena kalian kan kembar, mama suka
kalau kalian juga pake baju kembar” dengan nada yang halus, mamanya masih
mencoba sabar menahan batin.
“Tapi Laela nda suka ma dikembarin
sama Laeli” wajahnya masih merengut kesal tanpa mau menoleh sedikitpun
“Panggil dia kakak, dia itu kakakmu”
mamanya terus mengelus dada
Tanpa menjawab lagi, Laela langsung
pergi meninggalkan mamanya dan Laeli yang sedari tadi diam tanpa suara.
Emosinya masih terus ia tahan. Laeli memang anak yang sabar. Ia pintar dan
penurut, sehingga banyak teman yang senang bermain dengannya. Tapi ada 1
sahabat yang selalu hadir menemani gundah gelisah di hatinya. Segala sesak dada
Ia tumpahkan padanya yang selalu setia berada disampingnya. Menjadi pengobat
rindu, dan pengobat hati. Kejadian hari ini cukup menyakitkan bagi Laeli. Laeli
pamit keluar menemui sahabatnya, dan mama mengizinkan.
“Ari, sebenarnya apakah tindakan
bagus selalu mengalah pada saudara kembar?” wajahnya tertunduk di bangku taman
yang sesak dengan anak-anak bermain bola.
“Kenapa? Kenapa selalu itu yang kamu
tanyakan?” tangannya memegang pundak Laeli menenangkan.
“Aku… aku bingung harus bagaimana,
aku bingung apa yang harus aku lakukan, aku… aku bingung dan aku menyayanginya”
seketika tangisnya pecah ditengah kebisingan, wajahnya ia tutupi dengan kedua
telapak tangannya. Tidak mampu lagi membendung dan menahan itu semua.
“Tenanglah Laeli, ada mamamu yang
sayang padamu, dan ada aku yang… “ perkataanya berhenti tiba-tiba, lalu ia
merangkulkan tangannya pada pundak Laeli. “ada aku yang akan selalu ada
untukmu” ia melanjutkan kata-katanya dengan ragu.
Seketika suasana menjadi sepi tanpa
obrolan. Yang terdengar hanya suara teriakan anak-anak bermain bola dan
tangisan Laeli yang belum terhenti. Ari masih menenangkannya dengan sabar.
Seakan-akan ia juga ikut merasakan kepedihan yang terus menggores di hati Laeli.
Belum kering luka dibuat adiknya, adiknya terus mencambuk pembuluh darah
kakaknya yang selalu bungkam dan terlilit rantai kesabaran.
Detik waktu terus berjalan tanpa
memperhatikan keadaan. Tak terasa, waktu sudah menunjukkan pukul 6 sore.
Saatnya Laeli dan Ari pulang ke rumah. Ari mengantarkan Laeli sampai ke rumah
dengan suasana hati yang sudah membaik setelah ditraktir ice cream strawberry
kesukaan Laeli. Jarak rumah mereka hanya dibatasi oleh tiga rumah, makanya Ari
sering berkunjung ke rumah dan sudah seperti anak sendiri dari keluarga Laeli.
###
“Ari… Ariii…” Laeli sudah menegtuk
pintu rumah Ari dari tadi, tapi tidak ada jawaban dari sahabatnya. “apa Ari
masih tidur ya? Tapi ini kan sudah mau telat berangkat sekolah” laeli masih
terus mengetuk pintu rumanya. Hingga akhirnya bu Ros, tetangga mereka keluar
dari dalam rumah.
“Keluarga Ari sudah pindah rumah
Laeli, masa’ nda dikasi tau Ari?” kata bu Ros.
“Pindah? tapi Ari nggak ngomong
apa-apa ke Laeli kemaren” hatinya langsung merasa sakit karena tidak ada kabar
sama sekali, ditambah lagi Ari nggak ada pamit ke Laeli. Air matanya sudah
tidak bisa dibendung, ia menangis di depan pintu. Melihat Laeli menangis, bu
Ros mengantarkan Laeli pulang ke rumahnya.
Laeli langsung memasuki kamarnya,
dan membanting pintu kencang. Mamanya mengerti dan paham betul apa yang
dirasakannya. Ari sengaja tidak mau mengabarkan kepindahannya, dan mamanya
mengerti maksudnya.
Laeli menangis sejadi-jadinya di
dalam kamar. Akhirnya ia bolos sekolah dan hanya mengurung di dalam kamar
sampai sore hari. Saudara kembarnya sedikit khawatir dengan keadaannya, karena
dia belum makan dari pagi. Meskipun ia benci dengan kakaknya, tapi terkadang ia
juga merasakan sakit saat kakaknya juga sakit. Ia paham betul dengan sakitnya,
tapi ia mengabaikannya.
###
Jarum jam terus berputar, hari
berganti bulan dan bulan berganti tahun. Musim sudah tidak terhitung dan umur sudah berkurang. Laeli dan Laela sudah menginjak
semester 6. Tapi Laela tetaplah Laela yang dulu, ia tetap tidak suka, dan belum
bisa akur dengan kakaknya. Jadi mereka berkuliah di kampus yang berbeda.
Kepribadian Laeli yang tertutup terus mendatangkan serigala berbulu domba
disekelilingnya. Paras cantiknya terus membuat para serigala mengincarnya untuk
dijadikan mangsa. Sedangkan Laela adalah orang yang terbuka, terbuka dengan
segala hal sampai terkadang banyak yang tersinggung dengan ucapannya.
Mall ini terlihat sepi dari
biasanya. Disaat seperti inilah hal yang paling Laela and the gengs suka.
Nongkrong di Finz, mencicipi semua rasa ice cream terbaru tanpa banyak yang
memperhatikan mereka. Hmm… yummy. Disela-sela mereka mencicipi semangkok ice
cream rasa green tea, disela-sela itu juga ada tatapan mata aneh dari seberang
meja mereka yang nggak terlalu jauh. Diantara gerombolan cowok-cowok yang bisa
dibilang lumayan lah, ada satu cowok yang nggak melepaskan tatapan matanya pada
meja Laela. Entah siapa yang ia lihat, tapi itu mengerikan. Tatapan matanya
seperti serigala yang mencari mangsa lezat untuk santapan makan siang. Laela,
Indri, dan Asti balik memperhatikannya dan ia tetap memperhatikan mereka tanpa
ada rasa malu dan memalingkan wajahnya yang tercyduk.
Kengerian malah membuat bulu kuduk
merinding. Apa jangan-jangan dia psikopat? Apa jangan-jangan dia pedofil? hmm…
pedofil kayanya nda cocok, karena dia seperti seumuran aja. Terus mau apa dia?
Akhirnya mereka bertiga saling tatap dan mempercepat makan mereka. Segera
mungkin mereka meninggalkan tempat itu
karena aura serigala berdarah domba seakan telah menyebar ke seluruh ruangan.
Secepat langkah kaki mereka, tidak
secepat langkah kaki pemuda itu. Pemuda itu mengikuti mereka dan akhirnya
mereka saling kejar-mengejar. Tatapan-tatapan aneh dari para pengunjung tidak
mampu menghentikan mereka. Hingga pada akhirnya, hanya pak satpamlah yang mampu
menghentikan acara memburu mangsa di mall.
“Pak, tolonglah pak, orang itu
mengikuti kita dari tadi pak, makanya kami lari-larian kaya gini” kata Laela
berceloteh mengatur nafas
“Aduh, luntur dah alis gue” Indri
yang keringatan memperhatikan alisnya di cermin yang selalu ia bawa
kemana-mana.
“Sibuk banar dah lu” jawab Asti
ketus pada Indri.
Akhirnya, pemuda itu ikut berhenti
juga dengan mereka. Besar juga nyalinya datengin masalah. Wajah pucatnya
terlihat letih mengatur nafas. Hampir saja dia tersungkur ke lantai dan
mengotori lantai dengan darah segar dari hidungnya. Dengan sigap, Laela
langsung mengeluarkan sapu tangan dari tasnya dan menyeka hidung pemuda itu.
Mungkin dia sedang tidak enak badan.
Mereka semua terlihat panik dan
bingung, dia yang ngejar kok malah dia yang tepar. Darah segar belum berhenti
mengalir, ia dongakkan kepalanya untuk menghentikan mimisannya. Para pengunjung
juga memperhatikannya, antara jijik, kasian, aneh, dan prihatin. Semua itu
terlihat jelas dari mata mereka yang langsung pergi meninggalkan lokasi
kejadian saat pak satpam membubarkannya.
“Maaf pak, saya kenal dengan dia”
pemuda itu menunjuk Laela yang kebingungan.
“Hah? Maaf… saya tidak mengenal
anda” Laela masih memperhatikan wajah pemuda itu, seperti tidak asing dan
terasa familiar.
“Ari… Ari Candra” Ari memperhatikan
wajah Laela lekat-lekat. “kamu Laeli kan?”
“Ya bukanlah, dia itu… “ Laela
langsung membekap mulut Indri yang nyerocos. Seperti ada sesuatu yang akan
dilakukannya. Entah tidak ada yang mengerti maksud Laela yang seperti itu. Asti
hanya diam dalam kebingungan. Dan pak satpam pamit mengundurkan diri karena
masalahnya sudah terpecahkan.
“Iya… aku Laeli, kamu…” entah apa
maksud Laela berbohong seperti itu. Apa maksud kebohongannya? Mengapa dia
mengaku menjadi saudaranya sendiri? “kamu beneran Ari?” matanya masih menatap
lekat sambil mengembangkan senyum pada Ari yang tersenyum.
Ari hanya mengangguk pasti dengan
senyum kerinduan. Tangannya benar-benar sudah gatal pingin menyentuh tangan
Laeli palsu dihadapannya. Tiba-tiba Laela melebarkan tamgannya dan memeluk Ari
dengan erat. Benar-benar diluar dugaan. Ari hanya diam mematung kaget.
“Apakah Laeli sudah berubah? Dulu
dia tidak mau kalau aku memeluknya, mungkin karena dulu masih SD dan sekarang
sudah kuliah” kata Ari dalam hati. Ia hanya tersenyum tanpa membalas
pelukannya. Ia lepaskan Laeli palsu dihadapannya tanpa menyinggung perasaannya.
Tiba-tiba teriakan ramai dari
kejauhan mengagetkan mereka. teman-teman Ari datang dengan wajah sumringah.
Nggak ada malunya tuh mereka abis teriak-teriak seperti di hutan, masih bisa cengengesan (senyum nggak jelas).
Malahan mereka yang malu karena di datangin sama orang aneh nyasar di mall.
Merekapun saling mengenalkan diri masing-masing. Laeli palsu dan Ari saling
bertukar kontak HP untuk saling menghubungi. Merekapun makan siang bersama.
Laela diantar pulang ke rumahnya oleh Ari.
“Pantasan aku susah menemukan
kalian, ternyata rumah kalian sekarang susah juga ya dicari” Ari memperhatikan sekeliling
rumah Laela yang baru ini ia temui. “aku pulang dulu ya, salam buat mama dan
Laela” sambil menyalakan stater motor. Dan ia pun melaju meninggalkan Laela
yang tersenyum licik di depan rumahnya.
Laela? Laela ada dihadapanmu Ari,
Laeli yang asli ada di dalam rumah memperhatikan saudaranya diantar oleh
seorang cowok yang terlihat nggak asing
dimatanya. Rasa sakit dimasa lampau terulang, ia seperti teringat sesuatu yang
sudah lama ia lupakan. Tanpa mampu dibendung, air matanya mengalir dengan
sendirinya. Ia juga merasa konyol dan bingung. Kenapa bisa menangis? Apa yang
menyebabkannya menangis. Ia sudah melupakan sesuatu yang sangat penting dalam
hidupnya.
Saat Laela memasuki rumah, ia dapati
Laeli sedang menangis menghadap jendela. Pasti ia sudah melihatnya. Pikir
Laela, ia pasti mengingat sesuatu.
“Kamu kenapa nangis?” Laela yang
melihatnya menangis telah menyimpulkan sesuatu dalam benak pikirannya. Pasti
dia teringat sahabat kecilnya.
“Nda tau nih, kenapa tiba-tiba
menangis” ia menyeka sisa-sisa air matanya yang masih mengalir. “cieee… tadi
diantar siapa?” tanya Laeli menggoda
“Yaa… gebetan baru lah ahahhaa”
Laela tertawa puas dan langsung meninggalkan Laeli sendirian yang masih berdiri
di depan jendela.
Memperhatikan
jalanan basah sehabis hujan menerpa damai kerinduan. Membuatnya mengingat
almarhum ayahnya. Ayahnya meninggal kecelakaan saat menjemput Laeli di tempat
les. Saat itu hujan deras menerpa. Laeli kecil sangat takut dengan petir.
Ayahnya tahu akan hal itu, makanya ayahnya langsung menyusul meski hujan petir
masih menggelegar di angkasa raya. Wallahualam, takdir Allah berkehendak lain,
ayahnya kecelakaan dan meninggal di tempat kejadian. Dan saat kejadian itu
Laela benar-benar membenci kakaknya. Itulah hujan. Lebih sering memberikan
kenangan. Kenangan baik dan buruk akan terus terngiang dalam setiap butiran
hujan yang jatuh menghantam tanah kering.
###
Minggu
pagi yang hangat, akan lebih hangat jika tanaman bunga dipupuk dengan cinta.
Laeli dengan riang bersenandung merdu merapikan tanaman bunga di depan rumah.
Hembusan angin yang lembut menarikan helaian rambut yang baru terbebaskan dari
helm merah pengendara. Ari secara diam-diam memperhatikan Laeli yang sedang
berkebun. Tapi dimatanya saat ini, Laeli adalah Laela dan Laela adalah Laeli.
Pagi ini mereka akan berlibur ke air terjun bersama teman-teman yang lain. Ari
menjemput Laeli palsu ke rumahnya. Saat Laela ke luar rumah, wajahnya terlihat
panik karena Ari sedang memperhatikan Laeli. Apakah Ari akan sadar kalau dia
adalah Laeli yang asli? Dengan sigap, Laela langsung mendatangi Ari dan
bergeges meninggalkan rumah.
“Nggak
pamit dulu?” tanya Ari setelah dipakaikan helm oleh Laela. Saat itu, mata Ari
dan Laeli asli berpapasan dan saling pandang beberapa detik. Terlihat mata
sendu Laeli yang terlihat kebingungan dan mencoba mengingat siapa cowok itu.
“Sudah
nda usah, yuk pergi” Laela menaiki motor Ari, dan mereka melesat meninggalkan
rumah.
Laeli
hanya termenung mengingat wajah itu lagi. Wajah yang 12 tahun lalu terlupakan
olehnya. Seketika jantungnya berdebar kencang dan ia pun menangis tiba-tiba.
###
“Kamu
masih berantem dengan Laela?” tanya Ari ragu.
“Hmm…
sudah jarang sih, karena kami juga jarang ketemu” jawab Laela singkat
“oh
iya ya kalian kan beda kampus, tapi alhamdulillah deh kalau kalian sudah nggak
berantem lagi, dengan gitu kan aku nggak perlu hapus air mata kamu lagi” mata
jahilnya memperhatikan wajah Laela yang terlihat berbeda dari ingatannya,
tangannya mencubit jahil pipi Laeli palsu dihadapannya.
Laela
tak beraksi. Dia malah tidak berkutik, pikirannya melambung entah kemana
lamunannya ia terbangkan. Jantungnya terasa berhenti mendengar ucapan terakhir
Ari. Menangis? Itulah mengapa ia selalu sok tegar saat masih kecil, ternyata ia
tumpahkan pada Ari.
“Laeli?”
Ari mencubit kesal lengan Laela yang sedang melamun.
“Pulang
yuk” perkataan yang tak terduga bagi Ari. Setelah sadar dari lamunan, Laela
langsung minta pulang. Sontak Ari merasa kaget dan bingung.
“Lah
kenapa?” tanyanya bingung. “terus mereka gimana?”
“Yaudah
aku pulang sendiri aja” Laela langsung bangkit dari duduknya. Disusul Ari
setelah pamit dengan teman-temannya.
Seperjalanan
pulang ke rumah, mereka hanya diam. Ari mencoba mengajaknya ngobrol, tapi tetap
tidak ada reaksi. Jadi sepanjang perjalanan, Ari hanya bercerita tentang masa
kecil mereka. Masa kecil Ari dan Laeli, bukan Ari dan Laela. Laela hanya diam
mendengarkan. Lalu apa yang harus dilakukannya? Laela terlanjur jatuh cinta
pada Ari.
###
Sesampainya
di rumah, Laela langsung pamit masuk ke dalam rumah, tapi Ari belum langsung
meninggalkan rumah Laela. Ia masih memperhatikan punggung Laela yang pergi
meninggalkannya dan kembarannya yang duduk-duduk di depan teras rumah menikmati
suasana taman bunga. Mereka memang mirip, mirip sekali sampai sulit dibedakan.
Dari
kejauhan, Ari melihat Laeli menarik tangan laela dengan paksa. Tapi di matanya
Ari melihat Laeli menarik tangan Laela dengan kasar. Suatu perbedaan yang
drastis. Dari dulu Laeli terkenal dengan ramah dan lembut sikapnya. Tapi
sekarang telah berubah. Dan hati Ari juga telah berubah. Berubah mencintai
Laeli yang ternyata adalah Laela. Pintu rumah sudah menutup, Ari pergi
meninggalkan rumah mereka dan kembali pada teman-temannya.
“Kau
pasti mengenalnya kan?” tanya Laela pada Laeli. Ia langsung mendudukkan dirinya
di sofa.
“Siapa?
Gebetanmu yang tadi?” tanyanya kebingungan
“Tidak
usah menyangkal, aku tau kamu pasti mengingatnya”
Laeli
masih terlihat bingung dengan pertanyaan Laela. Akhirnya Laela mengaku pada
Laeli tentang perasaannya pada laki-laki itu. Sejauh obrolan mereka, Laeli
belum sepenuhnya paham kalau dia mengenal jelas laki-laki itu. Dia hanya
mengangguk dan mendengarkan.
“Dia
adalah Ari Laeli, Ari Candra. Seseorang yang selama ini membuatmu sakit,
seseorang yang selama ini membuatmu terus menangis, seseorang yang selama ini
terus kamu sayangi, dan seseorang yang kini aku sukai” wajah Laela tertunduk
lesu, dan wajah Laeli bertambah pucat. Ia tersungkur dan menangis. Dadanya
sakit menerima ini semua. Tega sekali mereka merahasiakan ini, dan tega sekali
Ari mengabaikannya setelah beberapa kali mampir ke rumah. Hampir pingsan Laeli
dibuatnya. Laela memeluknya erat. “kumohon kak, izinkan aku, izinkan aku
menyukainya, izinkan aku memilikinya seperti kau memilikinya, izinkan aku
memeluk hatinya seperti ia memeluk hatimu. Kumohon kak, izinkan aku” pecah
sudah tangisan mereka dalam dekapan erat. Berat hati melepaskan Ari. Karena
hanya dia yang dirindui Laeli. Hanya dia yang ingin Laeli lihat. Hanya dia yang
Laeli harapkan. Kini ia harus benar-benar melepaskannya. Laela adiknya telah
memanggilnya kakak. Itu berarti suatu harapan besar telah diinginkan oleh
adiknya. Dan sekali lagi ia lepaskan hatinya, ia relakan perasaan rindu yang
telah terbungkus rapi sejak dahulu, perasaan marah yang ingin ia lepaskan pada
Ari karena tidak ada kabar, ia melepaskan dengan berat hati.
Dengan
berat hati, Laeli melepaskan sahabatnya. Dan ia langsung bangkit menuju kamar.
Mengunci diri lagi seperti 12 tahun yang lalu. Menangis dan menyiksa hatinya
lagi. Mamanya hanya diam di balik kamarnya. Ia menangis sendiri bersama kedua
putrinya yang menangis dalam kesesakan. Mengapa ini terjadi pada putriku?
pikirnya. Mengapa Laeli selalu mengalah pada adiknya? Adiknya yang dari dulu
membenci kakaknya sendiri. Tapi kasih sayang memang bisa mengalahkan segalanya.
Ia korbankan hatinya demi adiknya. Ia korbankan hartanya demi adiknya, meski
tekadang Laela kurang menghargai usaha kakaknya.
###
Rajutan
cinta terus terangkai manis dalam rangkaian do’a. Laela telah berubah. Berubah
menjadi lebih baik dan mengenakan jilbab seperti kakaknya. Perkuliahan telah
berlalu, mereka semua telah wisuda beberapa bulan yang lalu. Dan selama itu
juga, Ari belum mengetahui kalau Laeli yang ia kenal adalah Laela. Dan selama
Ari datang berkunjung, Laeli tidak mau berada di rumah, ia pergi tanpa pamit
dan kabar. Sakit hati yang sungguh dahsyat dirasakan tidak akan sebanding
dengan senyuman lepas adiknya untuk dirinya. Hal itu sudah cukup membuatnya
bahagia.
Beberapa
bulan lagi mereka akan melangsungkan pernikahan. Pernikahan dusta antara satu
pihak. Pernikahan tanpa adanya kejujuran sebelum akad. Laela akan mengatakannya
saat akad akan diucapkan. Resiko tetap resiko dan ia akan menanggung segalanya.
Cinta memang bisa menutupi segalanya, tapi jodoh sudah teratur rapi oleh Sang
Pencipta.
“Li,
jalan yok. Kayanya kita nda pernah jalan berdua ya, yok ngemall” ajak Laela
pada Laeli. Mereka telah akur sekarang, sudah damai dan saling pengertian.
Laeli
pun mengangguk. Laela sebagai joki motor untuk hari ini. Malam hangat yang
menyenangkan, namun bising oleh macetnya ibu kota. Bikin geregetan dan bikin
kepanasan. Belum nyampe aja, make up udah luntur. Gimana udah nyampe sana.
“Sabar
la” Laeli menepuk pundak Laela.
Akhirnya
kemacetan telah sirna sedikit. Kendaraan mulai berjalan sediki demi sedikit.
Pelan seperti siput dan akhirnya sampai dengan lunturnya maskara Laela. Laela
mengomel di parkiran, sambil memperbaiki dandanannya lewat kaca spion. Laeli
hanya melihatnya lucu dan menggemaskan.
Suasana
malam ini terasa berbeda dari biasanya. Tawa hangat canda gurau selalu keluar
dari obrolan mereka. hal seperti inilah yang dirindui Laeli. Mungkin inilah
hikmah dari keikhlasannya. Laeli telah ikhlas melepaskan, karena hadiahNya
sungguh sangat sempurna.
Malam
semakin larut. Pulang dari mall, mereka tidak langsung pulang ke rumah. Mereka
masih mampir di taman terbuka yang sepi pengunjung. Tentu saja sepi, mana
mungkin ada orang di taman malam-malam begini selain penjaga taman. Mereka
terus bercerita hingga nggak ingat waktu telah menunjukkan pukul 23. 45. Sudah
terlalu malam bagi gadis-gadis seperti mereka. mereka pun pulang.
Jalanan
yang mereka lewati kali ini sepi sekali, bikin bulu kuduk merinding. Laela
memacu kendaraannya lebih cepat lagi, melawan angina dan melawan dinginnya
malam. Ketika tikungan mulai terlihat, suara deru mesin motor yang melaju
kencang terdengar mengerikan dari balik tikungan. Laela lebih memacu
kendaraannya lebih cepat. Meskipun Laeli menyuruhnya pelan-pelan, laela tetap
tidak mau mendengarkan. Tepat setelah lampu rating dinyalakan, deru mesin
semakin banyak terdengar. Motor-motor berkeliaran dengan sangat laju. Ketakutan
yang sangat luar biasa memuncak sampai ke jari kaki. Badan Laela gemetaran
nggak menentu, takut dan menyesal pulang kemalaman. Saat laela mulai
membelokkan motornya, tepat di depan motonya. Motor besar melaju dengan sangat
kencang ke arahnya. Saling memacu kecepatan, rem pun tidak mampu melepaskan
musibah. Mereka bertabrakan dengan sangat kencang. 2 motor terseret jauh dari
pengendaranya. Laela terlempar jauh ke tengah jalanan. Dan tabrakan beruntunpun
terjadi. Salah satu teman si pembalap liar itu menabrak tubuh Laela yang
terlempar ke tengah jalan. Laeli teriak histeris dari pinggir jalan. Darah
mengalir deras dari pelipisnya, tapi Laela mengeluarkan banyak darah dari
tubuhnya. Balapan liar diakhiri dengan paksa dan mereka mengantarkan Laela dan
Laeli ke rumah sakit terdekat.
###
Tangis
histeris pecah memenuhi koridor rumah sakit. Laela dan Laeli masuk ruang UGD
dan masih ditangani. Laeli telah melewati masa kritisnya, namun 1 ginjalnya
telah rusak terhantam batu, tapi Laela belum melewati masa itu. Laela mengalami
pendarahan otak, dan hatinya hampir rusak dan tidak berfungsi. Kritis. Mereka
membutuhkan donor secepatnya. Tapi musibah besar sulit dihindari. Tidak ada
hati ataupun ginjal yang pas untuk mereka.
Semua
terlihat bingung. Ari merasa marah pada dirinya sendiri. Mengapa ia tidak bisa
menjaga mereka? menjaga calon istrinya. Ia marah dan menghantamkan tinjunya
pada dinding rumah sakit yang dingin. Akhirnya Ari dan sahabat-sahabatnya keluar
mencari donor. Orang tua Ari dan para pembalap liar itu juga turut membantu
sebagai rasa tanggung jawab mereka pada korban. Sebenarnya salah satu temannya
juga terluka, tapi tidak separah Laela dan Laeli.
###
Beberapa
jam kemudian mereka kembali dengan kabar gembira dari rumah sakit. Ada pendonor
yang akan mendonorkan ginjalnya untuk Laeli. Alhamdulillah. Tapi hati Laela
bagaimana? Sudah menjadi kehendak Allah, Laeli selamat dengan ginjal yang baru
dan pas untuknya. Ia hanya perlu menjalankan operasi pemindahan organ dengan
calon pendonor.
Sebelumnya,
tidak ada yang tahu siapa pendonor ginjal itu. Sebelum operasinya selesai, mama
Laeli tidak bisa memberitahukan kebenarannya. Karena itu adalah janjinya pada
pendonor.
Beberapa
jam kemudian, operasi berjalan dengan lancar. Laeli masih belum sadarkan diri
setelah operasi. Dan sepucuk surat datang ke tangan Ari. Surat dari Laela. Ia membuka
pelan lipatan demi lipatan sambil menyeka air matanya. Ia baca denga teliti apa
yang tertulis di atas tinta yang ia goreskan. Matanya membelalak kaget,
jantungnya berpacu kencang dalam deburan bingung yang belum bisa ia percaya. Ia
baca berkali-kali, mungkin ada kesalahan di sana. Tidak… tidak ada. Isi surat
ini telah jelas. Dan pengakuan surat ini membuat emosinya memuncak namun tak
sanggup ia lontarkan. Marah. Tentu saja ia marah dengan kebohongan ini, sebuah
kebohongan dengan kenyataan pahit yang selama ini ia terima. Lantas, siapakah
orang yang ia cintai sekarang? Laela atau Laeli. Hatinya berdebar, namun titik
air mata tidak dapat ia bendung. Tidak dapat ia tahan dalam kesakitan ini. Ari
merasa sangat dibohongi oleh Laela. Tapi pada siapa ia harus marah? Pada siapa
ia harus melampiaskannya. Kenyataan yang benar-benar menyesakkan.
Bagaimana
dengan keadaan Laeli? Ia mulai sadarkan diri. Wajah pertama yang ia lihat
adalah mamanya. Wajah yang selalu membuat hatinya kuat dan teduh. Lalu, wajah
Ari. Wajah yang ia rindui, wajah yang hanya bisa ia lihat dari kejauhan, dan
wajah yang akan pudar selamanya dalam kenangan. Air matanya menangis menatap
Ari. Senyumnya masih sama seperti dulu, tapi secercah kesedihan terpancar kuat
dari matanya. Laeli mencari wajah lain, Laela.
“Laela?”
hanya itu yang sanggup ia ucapkan.
“Laela
baik-baik saja sayang, besok kita temui Laela ya” mamanya berusaha kuat menahan
tangis. Bahunya dirangkul kuat oleh mama Ari yang mencoba menguatkan.
###
“Kenapa
kita kesini ma? Laela lagi berkunjung kesini?” tanyanya bingung. Mencoba
berfikir positif, karena saat kecelakaan keadaan Laela yang paling parah
daripada dirinya.
Mamanya
hanya tersenyum. Sekali lagi, ia mencoba bertahan dan menguatkan diri tidak
menangis di depan Laeli. Ia sangat khawatir dengan keadaannya saat ini.
Tanah
pekuburan terus ia lewati tanpa banyak bertanya. Ditemani Ari yang sedari tadi
juga bungkam tidak berkata apapun. Kursi roda pun berhenti, Laeli masih mencari
saudaranya. Tepat saat ia membaca salah satu makam baru yang ada dihadapannya.
Putri Laela Cyntyaningrum.
“LAELAAAAAA,
MAMAAAAA KENAPAAAA” suara tangis Laeli pecah seketika. Kekuatan mamanya sudah
tidak sanggup ditahan lagi, mamanya pun menangis melihatnya. Meratapi keadaan
putrinya, menangis kehilangan putrinya, menangis untuk segala kegundahannya. Ia
memeluk putrinya erat. Ari juga tidak sanggup menahan tangisnya. Ia hanya berdiri
menatap makam sahabatnya.
Desak
dada memenuhi relung jiwa Laeli. Sakit. Dadanya semakin sesak saat tahu bahwa
ginjal yang ada ditubuhnya adalah ginjal saudaranya. Ia relakan dirinya demi
menyelamatkan Laeli. Sebenarnya Laela juga ingin menuliskan surat pada Laeli,
tapi jemarinya sudah tidak sanggup menorehkan tinta pada selembar kertas. Ia
hanya menyampaikan salam maaf dan sayang kepada mamanya dan pada Laeli.
Ari
teringat sesuatu. Sebelum pergi meninggalkan dunia ini, pada titik terlemah
diri Laela, ia sempatkan menulis surat pada Ari. Permohonan maaf dan permohonan
untuk menjaga kakaknya seutuhnya. Menjaga hati kakaknya yang selalu ia goreskan
luka, menjaga kakaknya agar tidak menangis lagi, menjaga kakaknya untuk selalu
seperti dahulu, lembut dan perhatian. Laela menginginkan semua itu tetap
terjaga. Surat itu adalah surat pertama dari sisa tenaganya, itu berarti Laela
sangat percaya dan yakin dengan kesanggupan Ari melakukannya. Dengan izin
Allah, Ari akan melakukannya. Melakukannya karena cintaNya untuk mencintainya.
Cinta yang sejak dahulu ia simpan selama berpisah, ia tuangkan dalam cawan
kerinduan.
Selang
menunggu kesembuhan Laeli, Ari mempersiapkan segalanya kebutuhan sebelum
pernikahan. Laeli turut membantu dengan tenaganya yang belum cukup.
Sahabat-sahabatnya juga turut membantu mempersiapkannya. Sebentar lagi, rindu
mereka akan terobati, terobati dalam kehalalan yang suci.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar