Kamis, 25 Oktober 2012

cerpen lain





Mengapa kau pergi ?
                                                                   oleh: Tri yuni adistya

Krik…krik…krik…
Suara jangkrik bernyanyi dengan riangnya. Malam yang indah penuh taburan bintang yang berkelip, kunang-kunang yang bermain kesana kemari memainkan lampunya yang selalu menyinari malam yang gulita.
Aku dan sahabat ku duduk di bangku taman yang disinari rembulan indah yang selalu tersenyum untuk semua orang yang berbahagia. Aroma khas bunga mawar dan melati terus menusuk hidung, membuat ku nyaman berada disana.
“Dho, aku mau curhat nih” mataku berkaca-kaca berharap dia mau mendengarkan isi jiwa ku.
“curhat aja, ku dengerin kok” tatapannya membuat ku gemetar, suaranya lembut wajahnya tersenyum.
“tapi jangan kasi tau sapa-sapa ya?”
“tenang aja, aman sama gue” dia menepuk dadanya pelan dan memegang bahuku santai.
“gini loh, loe tau Radit kan?”
“iya, trus”
“sebenarnya, loe tau gak sih kalo gue ada rasa sama dia” nada suara ku pelan hampir tak terdengar oleh rumput dan jangkrik yang terus berkumandang tapi masih terdengar olehnya.
“APA” dia kaget sekali, dia menatapku dengan mata yang melebar seperti orang ketakutan dan dia menggenggam tangan ku dengan kuatnya.
“napa Dho?” masih saja aku dengan nada polos seperti anak kecil yang tak tau apa-apa.
“gak kok gak papa” dia memalingkan wajahnya dari ku dan menatap rumput yang menari-nari oleh tiupan angin yang lembut
“kok loe kaget?” wajah ku kebingungan melihat tingkah Ridho yang aneh.
“gak kok Cuma kaget aja, kok loe bisa suka sama anak kaya’ gitu”
“emangnya dia kenapa?” aku kebingungan juga mendengar ucapan Ridho.
 “yaa, dia kan anaknya playboy trus manja lagi” nampaknya Ridho memikirkan sesuatu yang akan di ucapkan
“ah masa’ sih, enda’ kok dia anakanya baik trus mandiri juga kok” aku tak percaya apa yang di katakana Ridho.
“oh yaudah kalo gak percaya” sikapnya cuek bebek seperti anak kecil yang marah gak dibeliin permen.
“yah loe kok gitu sih, bilangnya kit sahabat bagai kepompong” aku ngambek juga di cuekin kaya’ gitu sama dia.
“trus mau loe apa?” nada nya terlihat santai dan mencoba menyesuaikan suasana
“bantuin gue dong”
“bantuin apaan?”
“bantuin gue biar gue bisa lebih dari sekedar teman sama dia” aku berbisik di telinganya dengan pelan sekali, takut ada kuntilanak yang nguping aja sih.
“APA LOE BILANG” Ridho kaget banget sampai dia teriak begitu setelah aku bisikin dia, matanya tambah melotot seperti mau keluar dari terminalnya.
“ih loe ini jangan teriak-teriak dong sakit tau” aku menutup kuping sebelah kanan dan memundurkan badanku sedikit.
sorry, maksud loe gue di jadikan mak comblang gitu”
“bukan mak comblang tapi mas comblang, haahahaahaa” aku tertawa memecahkan keheningan malam.
“yah elo, mang yakin sama dia?” wajahnya berubah menjadi membingungkan, sepertinya dia masih belum percaya kalo aku minta di comblangin sama Radit.
why not, udah deh nanti kalo berhasil gue traktir pangsit deh” aku memukul bahunya dengan penuh semangat
“sakit tau” rupanya dia kesakitan abis ku pukul tadi padahal kan gak terlalu kuat. Tapi dia mengelus-elus bahunya bekas ku pukul tadi.
“gimana sih loe ini, mau ya please please please” aku memohon sambil berlutut-lutut segala di bawahnya.
“ya udah demi loe nih” suaranya jutek banget. Kedua tangannya ia silangkan di depan dadanya.
 “thanks banget my bro” aku memeluknya erat.
Cukup lama aku memeluknya tapi dia gak bergerak sama sekali, tapi ada rasa-rasa yang ku rasakan. Apa ya? Aku sendiri juga bingung, tapi jantungnya terasa berdebar kencang sekali. Kenapa sih dia ini, aneh deh.
“Ros kenapa sih loe bisa suka sama cowok playboy kaya’ Radit, gue kan lebih baik dari Radit” Ridho berkata dalam hati yang paling dalam. “gue kan.. gue kan.. ya sudah lah percuma, gue Cuma pengen ngeliat loe bahagia, loe senyum aja gue sudah seneng kok” lagi-lagi Ridho berkata dalam hati dengan mata yang berkaca-kaca.
“loe kenapa Dho?” setelah ku lepaskan pelukannya, aku baru menyadari ternyata mata Ridho ada setetes embun yang nyangkut di kantung mata.
“kenapa apanya?” sepertinya dia kebingungan apa ku ucapkan barusan.
“mata loe berembun tuh” aku menunjuk matanya yang masih terlihat berkaca-kaca.
“ah enggak kok, kelilipan rambut loe tadi” dia mengusap matanya dengan ujung jarinya.
Are you sure?” aku sedikit curiga dengan raut wajah tampannya.
Yes,I’m” anggukan kepalanya mantap.
“ya udah pulang yuk, nanti ada om gundoruwo” aku sedikit bergidik ngeliat pohon besar di belakangku.
“takut ya?”
“gak kok” nada ku sok berani, aku gak mau kalah.
“hiiiiiii” dia menakuti ku dengan melemaskan tangannya kedepan dan mendekati wajahnya dengan wajahku.
“paan sih loe, gak takut tau” aku mendorongnya pelan ke belakang.
“ya udah deh, yuk” dia menggandeng tanganku dan menggenggam tangan ku erat.
“aduh” hampir aja aku jatuh tersandung akar besar untungnya Ridho memegang tanganku kuat. “pelan-pelan Dho”
Ridho tak menjawabnya, kami menyusuri jalan sunyi tanpa berucap sepatah kata pun. Bosan juga aku rasanya di diemin gitu, tapi dia tetap memegang tangan ku erat tanpa melepasnya sedikit pun. Seperti takut kehilangan apaaa gitu.
 10 menit berjalan akhirnya nyampe’ juga di depan rumah ku. Dia melepaskan genggamannya dan pamit pulang. Rumahnya sama rumah ku dari dulu masih saling berpandangan gitu, maksudnya rumah kami saling berhadapan. Tak lupa juga aku berterima kasih sama dia, tapi dia hanya menjawab dengan senyum dan anggukan kepala. Boring banget deh.
Setelah anggukan kepalanya, aku gak langsung masuk ke dalam rumah. Kenapa ya? Aku Cuma pengen ngeliat dia sebelum masuk ke dalam rumah, dia menatap ku dengan mata coklatnya. Tapi ternyata lama ku lihat dia, dia gak natap aku. Dia langsung masuk ke dalam rumahnya yang bercat hijau.
“kamu kenapa sih Dho, kita sahabat kan?” aku teriak di depan rumah setelah dia menutup pintu besarnya. “kamu sakit?” aku melanjutkannya lagi dengan menambah volume suara ku. “kamu marah ya?” aku memelankan suaraku. “besok kita berangkat sekolah bareng ya?” aku menambahkan volume suara ku lagi. “mimpi indah ya Dho” aku gak henti-hentinya berteriak walau dia sama sekali gak ngerespon ucapan ku.
Aku sedikit khawatir kalo di diemin begitu. Ya udah deh birkan saja, lebih baik aku memasuki rumahku.
Setelah aku menutup pintu, aku mengintip rumah Ridho di gorden jendela ruang tamu ku. Ternyata gordennya dia sedikit melambai, itu berarti dia juga habis mengintip rumah ku. Ge-eR banget ya aku.
***
Kukuruyuk……
Ayam jago berkumandang. Burung-burung bernyanyi dengan riangnya, rumput  hijau bergoyang mendengarkan embusan angin yang merdu. Nikmatin suasananya udah dulu ya, aku mau berangkat sekolah dulu.
“Ridhooo, berangkat bareng yuk” aku teriak di depan rumahnya dengan suara cempreng
“iya ntar” Ridho berlari keluar rumah dengan senyum yang ramah. “ma berangkat ya, assalamu’alaikum” sebelum menutup pintu ia pamit dan mencium tangan mamanya.
“ya nak wa’alaikum salam, hati-hati ya”
“ya ma” dia pun pergi meninggalkan rumah dan menghampiri ku yang berdiri di depan pagar rumahnya.
“Dho loe kenapa sih kemaren, kok nyuekin gue sih” wajah ku cemberut, sesekali aku memainkan rambut ku yang pirang tapi sedikit ikal.
 “gak papa kok, gue Cuma gak enak badan aja kemaren” katanya mencoba berbohong.
“oh maaf ya, masuk angin kah?” aku memegang perutnya yang mungkin terlihat sispek lah.
“paan sih loe, geli tau” dia mengepis tangan ku kebawah.
“sorrywajahku tertunduk malu.
“tangan loe dingin, kenapa?” wajahnya sedikit cemas setelah merasakan tangan ku yang dingin.
“ gak papa kok, Cuma kedinginan gara-gara ujan semalam”
“sini” dia menarik tangan ku dan menggenggam kedua tangan ku dengan kedua tangannya. “anget kan?” senyumnya manis banget deh, apalagi ada lesung pipit di kedua pipinya.
“lumayan lah, udah yuk berangkat” aku melepaskan kedua tangan ku dengan paksa.
Aku dan Ridho berangkat menggunakan motor pribadi Ridho. Motor Beat warna biru. Biru adalah warna kesukaan ku. Breeemmmm….
Sampai di sekolah hanya 10 menit, jadi kami gak telat deh. Hari-hari di sekolah ku jalani seperti biasa. Saat paling menyenangkan adalah saat aku berkumpul dengan geng ku. Geng ku selalu berkumpul dengan gengnya Ridho juga.
Teng..teng..teng..
Saat-saat istirahat yang di tunggu pun tiba. Aku dan Ridho pergi ke kantin berdua. Tuk..tuk..tuk..
“Dho liat deh itu Radit Dho, ya ampun cute banget tuh anak” aku histeris melihat kehadiran Ridho 5 meter di depanku, tanpa ku sadari aku mengguncang tubuh Ridho yang lebih tinggi 5 cm dari ku.
“ih apaan sih loe” Ridho ngambek gara-gara badannya aku guncang begitu.
“loe janji kan kemaren, mau deketin aku sama dia”
“iya Rose, nyebelin banget deh loe” suaranya pelan sekali. “gak tau apa perasaan gue” suaranya pelan sekali, hampir tak terdengar.
“apa loe bilang tadi” aku mencoba mengulang kata-kata Ridho yang barusan ia ucapkan.
“apaan sih enggak kok” suaranya jutek, ketus, nyebelin banget. Biasanya ya kalo dia udah jutek begitu berarti ada masalah pribadi yang gak mau di ketahui orang. Ya aku diem aja deh, takut dia tersungging (ekh tersinggung).
***
Pukul 14:00, waktunya pulang sekolah.
 Sampai dirumah, aku ngajak Ridho makan siang bareng di rumah. Itupun ajakan mama ku juga. Tapi Ridho menolaknya mentah-mentah. Kenapa ya? Alasannya sih dia mau ke rumah Radit.
“makan di rumah gue yok ” ajak ku.
“enggak ah, gue mau kerumah Radit dulu”
“ngapain?”
“katanya loe minta bantuan gue biar deketin loe sama Radit”
“beneran?” jelas saja aku senang karena dia mau menepati kata-katanya. “tapi kan loe belum makan? Kan tadi Cuma makan batagor di sekolah”
“gue kan kuat” dia mengangkat kedua tangannya dan memperlihatkan otot-ototnya, padahal segitu-segitu aja dari dulu. “demi loe nih, gue mau loe seneng aja” katanya dalam hati.
“ya udah hati-hati ya, ohya ni gue kasi sisa saku gue” kataku sambil menyodorkan uang 10.000.
“gak usah ah”
“gak papa lagi, sapa tau loe nanti laper”
“gue masih punya sisa saku kok” dia memperlihatkan uang selembar 5.000an.
“harga sekarang naik, udah ambil aja” aku meletakkan uang itu di saku seragam abu-abunya.
“thanks” dia menstater motornya dan menggesit dengan kencangnya. Buusshhhh.
Aku memasuki rumah dan makan bersama my parents.
***
Di rumah Radit yang bercat putih.
“Dit loe tau Roselina kan?”
“ya tau lah, siapa yang gak kenal cewek cantik kaya’ dia, kulit putih, tinggi, rambut panjang dan yang ngelengkapi dia itu otaknya smart” dari ekspresi wajahnya sepertinya dia juga mengagumi Rose.
“loe suka?”
“lumayan lah”
“mau gak loe pacaran sama dia”
“HAA, gila apa loe mau ngasih dia ke gue” Radit kaget banget setelah di minta pacaran sama Rose.
 “Why not
“gila banget loe ya mau ngasih Rose ke gue, padahal banyak loh yang naksir sama dia” Radit masih tak percaya apa yang di minta Ridho. “loe kan juga bisa macarin dia, kenapa gue yang loe minta macarin dia”
“maunya sih gitu” Ridho berkata dalam hati dengan kesedihannya. “gue Cuma pengen ngeliat dia seneng kok” suaranya pelan sekali.
“loe suka sama dia kan? Napa gak loe tembak aja sih” wajah Radit bersemangat sekali mau dukung Ridho jadi pacar Rose.
“gak bisa”
“napa gak bisa?”
“udah deh loe gak usah nanya-nanya lagi, mau gak loe sama dia” Ridho mulai emosi di tanya-tanya begitu, dia gak apa yang dia rahasiakan selama ini terbongkar.
sorry deh” wajahnya tertunduk menyesal. “oke deh gue mau macarin dia” semangat sekali Radit berkata begitu, Ridho aja sampe kaget ngedengernya.
“tapi loe jangan pernah buat dia nangis ya?”
“tenang bro, gue pecinta wanita kok” Radit menepuk bahu Ridho pelan, tapi tetap saja hati kecil Ridho gak terima sama sekali.
“ya udah loe besok jemput dia jam setengah tujuh ya, loe harus nembak dia saat perjalanan ke sekolah” wajahnya tetap saja gak bisa di sembunyiin dari kesedihannya. “gue cabut ya”
“hati-hati bro”
Ridho menyalakan motornya dan melaju dengan kekuatan penuh. Ngeeenngggg. wajahnya sedih sekali, matanya berair, keringatnya mengalir dengan deras. Kasian sekali kau Ridho, cintamu bertepuk sebelah tangan.
***
Hari ini rumah Ridho sepi sekali, sedih rasanya. Mungkin dia gak masuk, pasti aku akan kesepian tanpa suaranya. Tapi pagi ini kesedihan ku tidak bertahan lama, dia sangat kaget campur senang ketika melihat seseorang di depan pagar rumahnya. Siapa tuh? Dia adalah pangeran berkuda hitam, siapa lagi kalau bukan Radit. Pagi ini dia ada di depan pagar rumah ku, duduk di atas motor ninjanya berwarna hitam.
“ngapain Dit?” senyum ku tak lepas-lepas memandang wajahnya yang selalu enak di pandang.
 “jemputin loe” jawabnya santai, ia juga tersenyum manis sekali.
“beneran” aku kaget banget karna pangerannya menjempunya ke istana.
Dia hanya mengangguk dan tersenyum ramah, lalu dia menyuruh Rose naik ke motornya. Sungguh kaget sekali Rose ketika di ajak begitu. Gimana gak kaget, Rose sendiri belum pernah bergoncengan naik motor gede. Gimana nih, duduk cowok pasti salah, duduk cewek pasti grogi harus memegang perut Radit selama perjalanan. Mampus loe.
“duh Ridho kok gak keluar rumah sih, udah hampir jam tujuh nih” aku berkata dalam hati sambil memandang rumah Ridho.
“napa Ros, kok bengong” Radit mengagetkan ku yang berdiri mematung.
“ah nggak kok, rumah Ridho kok sepi ya?”
“dia tadi nelpon gue, bilangnya izin ke rumah neneknya” Radit memang berkata jujur, tapi Ridho berkata bohong. Sejak tadi, Ridho selalu memerhatikan kami lewat jendela kamarnya di lantai 2.
“oh ya udah berangkat yuk” aku menaiki motornya dengan duduk ala wanita.
“pegangan dong” Radit langsung menarik tangan ku memeluk perutnya.
Tentu saja jantung ku langsung dag dig dug. Ya ampun seneng banget deh bisa deket-deket sama pangeranku. Tapi dari kesenangan ku itu, ternyata Ridho sedang meneteskan air mata yang lama tidak ia keluarkan. Hatinya sangat terluka, matanya sembab sekali. Kasian dia.
Breemmmm, motor di jalankan. Selama perjalanan berlangsung, Radit hanya bercanda aja. Membuat isi perutku ikut tertawa.
Suatu saat dia mengatakan sesuatu yang gak pernah aku duga. Jantung ku berdebar begitu kencang.
“Rose, mau gak loe jadi pacar gue” di tengah keramaian kendaraan dia mengungkapkan hal yang paling ku tunggu-tunggu.
“loe gak bercanda kah?” aku mencoba bertanya serius biar gak ke  Ge-eR an gitu.
“gak, gue selalu serius kalo sama perempuan” kata-katanya mantap, meyakinkan banget loh. “mau gak loe” dia mengulang kata-katanya.
Jantung ku mau copot ni rasanya, berbunga bunga banget nih hati. Pasti lagi mekar nih bunga di hati ku. “gue mau Dit” suara ku pelan sekali.
“apa loe bilang, gue gak denger”
 “gue mau Dit” aku mencoba mengeraskan lagi volum suara ku.
“yakin?” kaya’ nya kurang yakin banget sama sih.
“yakin banget Dit”
“thanks banget Rose” suaranya bersemangat kegirangan, dia tambah menari kuat tangan ku dan megelus tangan ku lembut.
Sumpah, aku seneng banget dengan kejadian hari ini. Serasa gak percaya apa yang telah terjadi. Sayang nya Ridho gak ngeliat kegirangan ku.
***
Cukup lama aku berpacaran dengan Radit, kalau di hitung sih udah berjalan 5 bulan. Dan 5 bulan itu juga Ridho berubah sikap sama aku. Aku juga bingung kenapa dia bisa beruah begitu. Dia jadi sedikit pendiam, dan gak banyak ber commet. Sedih juga melihatnya begitu. Malahan ya, dia jadi suka pemarah. Aku pernah di bentak gara-gara megang tangan nya aja, padahal dari dulu dia selalu lembut kalo bicara.
Suatu sore pukul 04:00, aku janjian sama Radit di taman. Tapi sebelumnya aku gak tau kalo Ridho sedang duduk di bangku taman juga, tapi agak jauh dari bangku taman tempat aku dan Radit duduk.
Lambat laun waktu berjalan ada seorang perempuan cantik mendekati kami yang duduk berdua. Perempuan itu langsung mencak-mencak ngina aku. Kata-katanya pedih banget.
“say ngapain loe di sini, nih siapa lagi” dia menunjukku dengan wajah seperti setan ngamuk. Syereem. “kemaren lusa Dila, kemaren malem Adel, trus nih siapa?” nadanya kasar banget.
“gue bisa jelasin say” tangan Radit memegang kedua tangan perempuan itu, hati ku sakit sekali ketika Radit megang tangannya malah panggil say lagi.
“Dit dia siapa?” aku bertanya seperti gadis polos.
“oh elo cewek barunya Radit, heh perempuan murahan dia ini pacar GUE” dia melepaskan tangannya dari genggaman Radit. “bahkan ya dia itu udah di jodohin sama GUE, jadi loe gak usah kegatelan deh” perih bener tuh kata-kata. Aku meneteskan air mata yang seharusnya air mata itu untuk orang yang mencintai aku dengan tulus.
Aku berlari dan berlari, sedih rasanya di gituin sama laki-laki brengsek seperti Radit. Ternyata bener kata Ridho kalau radit itu playboy. Saat itu hujan deras tiba-tiba mengguyur badan ku. Aku menangis tersedu-sedu di tengah jalan raya. Pandangan ku kosong, pikiran ku kacau dan badan ku menggigil kedinginan. Saat itu aku hanya berharap Ridho ada di samping ku, menenangkan ku di saat aku remuk. Tapi itu pasti gak mungkin. Selama 5 bulan dia cuek sama aku, pasti itu gak mungkin.
 Tiit..tiit..tiit..
Tanpa ku sadari, ada truk kuning mendekati ku dengan kelajuan penuh. Tapi aku tak pernah menyadarinya, bahkan aku tak mendengarnya. Aku hanya berjalan dan terus berjalan di keramaian hujan yang menyebu tubuh ku.
“ROSEE” ternyata Ridho mengejarku, tapi aku gak menyadarinya. Dia teriak dengan sangat kencangnya. “ROSE ADA TRUK” teriakannya membuat ku kaget.
Aku berbalik badan, ingin rasanya aku menangis di bahunya. Tapi sial, saat aku berbalik badan mobil truk itu 10 meter di hadapanku. Jelas saja aku kaget. Kaki ku kram gak bisa bergerak. Air mat aku mengalir tambah deras. Aku harap jika detik itu aku akan meninggalkan kehidupanku, aku hanya berharap ada air mata cinta yang menjatuhi pipi ku.
“AWAS ROSE” Ridho mendorong ku jatuh ke aspal hitam yang basah.
Aku gak percaya apa yang ku lihat saat itu. Ridho mendorong ku dan mengobankan nyawanya demi aku. Dia tertabrak truk yang cukup besar. BRUKKK. Truk itu langsung pergi melarikan diri, tanpa melihat korbannya.
“RIDHOOO” aku teriak begitu kencang melihat Ridho terjatuh dengan darah di sekujur tubuhnya. “Dho..Dho..bangun Dho, jangan tinggalkan aku Dho” aku mengguncang tubuhnya kuat. Saat kejadian itu aku menangis bertubi-tubi tanpa henti. Ketika ku genggam tangannya, aku merasakan ada sesuatu yang bergerak.
Mata Ridho perlahan terbuka, ia mengucapkan kata-kata yang terbata-bata. “R..Rose..ja..jaga..di..di..rimu..y..ya..gu..gue..sa..yang..a..ma..l..loe” kata-katanya membuat ku tersentak kaget, aku mengalirkan air mata yang begitu deras. Saat itu aku merasakan sayang yang begitu dalam.
“gue juga sayang sama loe Dho” tetesan air mata ku mengenai pipinya. “bertahan Dho, gue bawa loe kerumah sakit” saat itu ada taxi yang sedang lewat. Alhamdulillah.
Matanya kembali menutup dan ku angkat badannya sekuat tenaga masuk ke dalam taxi. Tangisan ku tak henti-hentinya mengalir.
Tidak lama aku sampai di rumah sakit, para suster membantuku membawanya ke ruan UGD. Badanku gemetaran, tangisan ku tak bisa di tahan. Aku rela nangis sepanjang malam demi dia yang tersayang.
Tak lama, seorang dokter keluar dari ruang UGD. Dokter itu berkata “maaf de’ Ridho sudah di jemput oleh yang Maha Kuasa” Ya Allah, aku kaget dan tersedu. Aku harus menelpon orang tuanya dan memberitahukan kejadian ini.
 ***
Sewaktu melayat, aku selalu membacakan doa-doa untuknya. Aku tak percaya sahabat terbaikku pergi secepat itu. Setelah semua sepi, aku di berikan sebuah buku diary oleh papanya.  Buku itu adalah buku diary milik Ridho. Tangan ku sangat gemetaran membuka buku itu.
Lembar demi lembar ku baca membuat ku meneteskan air mata. Salah satu lembar yang membuat ku terkejut yang bertuliskan “Rose, loe tau gak sih kalau gue sayang n’ cinta ama loe. Apapun akan gue lakukan demi memuat loe bahagi, meski itu akan menghancurkan hati gue dan merenggut nyawa gue”
Hati ku sangat pedih, aku sangat menyesal dengan apa yang telah ku lakukan.


·                        yang udah ngebaca karya ku, aku mohon dengan sangat kritik dan saran yah..
thank's before.. (".")







1 komentar: