Mengapa kau pergi ?
oleh: Tri yuni adistya
Krik…krik…krik…
Suara
jangkrik bernyanyi dengan riangnya. Malam yang indah penuh taburan bintang yang
berkelip, kunang-kunang yang bermain kesana kemari memainkan lampunya yang
selalu menyinari malam yang gulita.
Aku
dan sahabat ku duduk di bangku taman yang disinari rembulan indah yang selalu
tersenyum untuk semua orang yang berbahagia. Aroma khas bunga mawar dan melati
terus menusuk hidung, membuat ku nyaman berada disana.
“Dho,
aku mau curhat nih” mataku berkaca-kaca berharap dia mau mendengarkan isi jiwa
ku.
“curhat
aja, ku dengerin kok” tatapannya membuat ku gemetar, suaranya lembut wajahnya
tersenyum.
“tapi
jangan kasi tau sapa-sapa ya?”
“tenang
aja, aman sama gue” dia menepuk dadanya pelan dan memegang bahuku santai.
“gini
loh, loe tau Radit kan?”
“iya,
trus”
“sebenarnya,
loe tau gak sih kalo gue ada rasa sama dia” nada suara ku pelan hampir tak
terdengar oleh rumput dan jangkrik yang terus berkumandang tapi masih terdengar
olehnya.
“APA”
dia kaget sekali, dia menatapku dengan mata yang melebar seperti orang
ketakutan dan dia menggenggam tangan ku dengan kuatnya.
“napa
Dho?” masih saja aku dengan nada polos seperti anak kecil yang tak tau apa-apa.
“gak
kok gak papa” dia memalingkan wajahnya dari ku dan menatap rumput yang
menari-nari oleh tiupan angin yang lembut
“kok
loe kaget?” wajah ku kebingungan melihat tingkah Ridho yang aneh.
“gak
kok Cuma kaget aja, kok loe bisa suka sama anak kaya’ gitu”
“emangnya
dia kenapa?” aku kebingungan juga mendengar ucapan Ridho.
“yaa,
dia kan anaknya playboy trus manja lagi” nampaknya Ridho memikirkan sesuatu
yang akan di ucapkan
“ah
masa’ sih, enda’ kok dia anakanya baik trus mandiri juga kok” aku tak percaya
apa yang di katakana Ridho.
“oh
yaudah kalo gak percaya” sikapnya cuek bebek seperti anak kecil yang marah gak
dibeliin permen.
“yah
loe kok gitu sih, bilangnya kit sahabat bagai kepompong” aku ngambek juga di
cuekin kaya’ gitu sama dia.
“trus
mau loe apa?” nada nya terlihat santai dan mencoba menyesuaikan suasana
“bantuin
gue dong”
“bantuin
apaan?”
“bantuin
gue biar gue bisa lebih dari sekedar teman sama dia” aku berbisik di telinganya
dengan pelan sekali, takut ada kuntilanak yang nguping aja sih.
“APA
LOE BILANG” Ridho kaget banget sampai dia teriak begitu setelah aku bisikin
dia, matanya tambah melotot seperti mau keluar dari terminalnya.
“ih
loe ini jangan teriak-teriak dong sakit tau” aku menutup kuping sebelah kanan
dan memundurkan badanku sedikit.
“sorry,
maksud loe gue di jadikan mak comblang gitu”
“bukan
mak comblang tapi mas comblang, haahahaahaa” aku tertawa memecahkan keheningan
malam.
“yah
elo, mang yakin sama dia?” wajahnya berubah menjadi membingungkan, sepertinya
dia masih belum percaya kalo aku minta di comblangin sama Radit.
“why
not, udah deh nanti kalo berhasil gue traktir pangsit deh” aku memukul
bahunya dengan penuh semangat
“sakit
tau” rupanya dia kesakitan abis ku pukul tadi padahal kan gak terlalu kuat.
Tapi dia mengelus-elus bahunya bekas ku pukul tadi.
“gimana
sih loe ini, mau ya please please please” aku memohon sambil berlutut-lutut
segala di bawahnya.
“ya
udah demi loe nih” suaranya jutek banget. Kedua tangannya ia silangkan di depan
dadanya.
“thanks
banget my bro” aku memeluknya erat.
Cukup
lama aku memeluknya tapi dia gak bergerak sama sekali, tapi ada rasa-rasa yang
ku rasakan. Apa ya? Aku sendiri juga bingung, tapi jantungnya terasa berdebar
kencang sekali. Kenapa sih dia ini, aneh deh.
“Ros
kenapa sih loe bisa suka sama cowok playboy kaya’ Radit, gue kan lebih baik
dari Radit” Ridho berkata dalam hati yang paling dalam. “gue kan.. gue kan.. ya
sudah lah percuma, gue Cuma pengen ngeliat loe bahagia, loe senyum aja gue
sudah seneng kok” lagi-lagi Ridho berkata dalam hati dengan mata yang
berkaca-kaca.
“loe
kenapa Dho?” setelah ku lepaskan pelukannya, aku baru menyadari ternyata mata
Ridho ada setetes embun yang nyangkut di kantung mata.
“kenapa
apanya?” sepertinya dia kebingungan apa ku ucapkan barusan.
“mata
loe berembun tuh” aku menunjuk matanya yang masih terlihat berkaca-kaca.
“ah
enggak kok, kelilipan rambut loe tadi” dia mengusap matanya dengan ujung
jarinya.
“Are
you sure?” aku sedikit curiga dengan raut wajah tampannya.
“Yes,I’m”
anggukan kepalanya mantap.
“ya
udah pulang yuk, nanti ada om gundoruwo” aku sedikit bergidik ngeliat pohon
besar di belakangku.
“takut
ya?”
“gak
kok” nada ku sok berani, aku gak mau kalah.
“hiiiiiii”
dia menakuti ku dengan melemaskan tangannya kedepan dan mendekati wajahnya
dengan wajahku.
“paan
sih loe, gak takut tau” aku mendorongnya pelan ke belakang.
“ya
udah deh, yuk” dia menggandeng tanganku dan menggenggam tangan ku erat.
“aduh”
hampir aja aku jatuh tersandung akar besar untungnya Ridho memegang tanganku
kuat. “pelan-pelan Dho”
Ridho
tak menjawabnya, kami menyusuri jalan sunyi tanpa berucap sepatah kata pun.
Bosan juga aku rasanya di diemin gitu, tapi dia tetap memegang tangan ku erat
tanpa melepasnya sedikit pun. Seperti takut kehilangan apaaa gitu.
10
menit berjalan akhirnya nyampe’ juga di depan rumah ku. Dia melepaskan
genggamannya dan pamit pulang. Rumahnya sama rumah ku dari dulu masih saling
berpandangan gitu, maksudnya rumah kami saling berhadapan. Tak lupa juga aku
berterima kasih sama dia, tapi dia hanya menjawab dengan senyum dan anggukan
kepala. Boring banget deh.
Setelah
anggukan kepalanya, aku gak langsung masuk ke dalam rumah. Kenapa ya? Aku Cuma
pengen ngeliat dia sebelum masuk ke dalam rumah, dia menatap ku dengan mata
coklatnya. Tapi ternyata lama ku lihat dia, dia gak natap aku. Dia langsung
masuk ke dalam rumahnya yang bercat hijau.
“kamu
kenapa sih Dho, kita sahabat kan?” aku teriak di depan rumah setelah dia
menutup pintu besarnya. “kamu sakit?” aku melanjutkannya lagi dengan menambah
volume suara ku. “kamu marah ya?” aku memelankan suaraku. “besok kita berangkat
sekolah bareng ya?” aku menambahkan volume suara ku lagi. “mimpi indah ya Dho”
aku gak henti-hentinya berteriak walau dia sama sekali gak ngerespon ucapan ku.
Aku
sedikit khawatir kalo di diemin begitu. Ya udah deh birkan saja, lebih baik aku
memasuki rumahku.
Setelah
aku menutup pintu, aku mengintip rumah Ridho di gorden jendela ruang tamu ku.
Ternyata gordennya dia sedikit melambai, itu berarti dia juga habis mengintip
rumah ku. Ge-eR banget ya aku.
***
Kukuruyuk……
Ayam
jago berkumandang. Burung-burung bernyanyi dengan riangnya, rumput hijau
bergoyang mendengarkan embusan angin yang merdu. Nikmatin suasananya udah dulu
ya, aku mau berangkat sekolah dulu.
“Ridhooo,
berangkat bareng yuk” aku teriak di depan rumahnya dengan suara cempreng
“iya
ntar” Ridho berlari keluar rumah dengan senyum yang ramah. “ma berangkat ya,
assalamu’alaikum” sebelum menutup pintu ia pamit dan mencium tangan mamanya.
“ya
nak wa’alaikum salam, hati-hati ya”
“ya
ma” dia pun pergi meninggalkan rumah dan menghampiri ku yang berdiri di depan
pagar rumahnya.
“Dho
loe kenapa sih kemaren, kok nyuekin gue sih” wajah ku cemberut, sesekali aku
memainkan rambut ku yang pirang tapi sedikit ikal.
“gak
papa kok, gue Cuma gak enak badan aja kemaren” katanya mencoba berbohong.
“oh
maaf ya, masuk angin kah?” aku memegang perutnya yang mungkin terlihat sispek
lah.
“paan
sih loe, geli tau” dia mengepis tangan ku kebawah.
“sorry”
wajahku tertunduk malu.
“tangan
loe dingin, kenapa?” wajahnya sedikit cemas setelah merasakan tangan ku yang
dingin.
“
gak papa kok, Cuma kedinginan gara-gara ujan semalam”
“sini”
dia menarik tangan ku dan menggenggam kedua tangan ku dengan kedua tangannya.
“anget kan?” senyumnya manis banget deh, apalagi ada lesung pipit di kedua
pipinya.
“lumayan
lah, udah yuk berangkat” aku melepaskan kedua tangan ku dengan paksa.
Aku
dan Ridho berangkat menggunakan motor pribadi Ridho. Motor Beat warna biru.
Biru adalah warna kesukaan ku. Breeemmmm….
Sampai
di sekolah hanya 10 menit, jadi kami gak telat deh. Hari-hari di sekolah ku
jalani seperti biasa. Saat paling menyenangkan adalah saat aku berkumpul dengan
geng ku. Geng ku selalu berkumpul dengan gengnya Ridho juga.
Teng..teng..teng..
Saat-saat
istirahat yang di tunggu pun tiba. Aku dan Ridho pergi ke kantin berdua.
Tuk..tuk..tuk..
“Dho
liat deh itu Radit Dho, ya ampun cute banget tuh anak” aku histeris melihat
kehadiran Ridho 5 meter di depanku, tanpa ku sadari aku mengguncang tubuh Ridho
yang lebih tinggi 5 cm dari ku.
“ih
apaan sih loe” Ridho ngambek gara-gara badannya aku guncang begitu.
“loe
janji kan kemaren, mau deketin aku sama dia”
“iya
Rose, nyebelin banget deh loe” suaranya pelan sekali. “gak tau apa perasaan
gue” suaranya pelan sekali, hampir tak terdengar.
“apa
loe bilang tadi” aku mencoba mengulang kata-kata Ridho yang barusan ia ucapkan.
“apaan
sih enggak kok” suaranya jutek, ketus, nyebelin banget. Biasanya ya kalo dia
udah jutek begitu berarti ada masalah pribadi yang gak mau di ketahui orang. Ya
aku diem aja deh, takut dia tersungging (ekh tersinggung).
***
Pukul
14:00, waktunya pulang sekolah.
Sampai
dirumah, aku ngajak Ridho makan siang bareng di rumah. Itupun ajakan mama ku
juga. Tapi Ridho menolaknya mentah-mentah. Kenapa ya? Alasannya sih dia mau ke
rumah Radit.
“makan
di rumah gue yok ” ajak ku.
“enggak
ah, gue mau kerumah Radit dulu”
“ngapain?”
“katanya
loe minta bantuan gue biar deketin loe sama Radit”
“beneran?”
jelas saja aku senang karena dia mau menepati kata-katanya. “tapi kan loe belum
makan? Kan tadi Cuma makan batagor di sekolah”
“gue
kan kuat” dia mengangkat kedua tangannya dan memperlihatkan otot-ototnya,
padahal segitu-segitu aja dari dulu. “demi loe nih, gue mau loe seneng aja” katanya
dalam hati.
“ya
udah hati-hati ya, ohya ni gue kasi sisa saku gue” kataku sambil menyodorkan
uang 10.000.
“gak
usah ah”
“gak
papa lagi, sapa tau loe nanti laper”
“gue
masih punya sisa saku kok” dia memperlihatkan uang selembar 5.000an.
“harga
sekarang naik, udah ambil aja” aku meletakkan uang itu di saku seragam
abu-abunya.
“thanks”
dia menstater motornya dan menggesit dengan kencangnya. Buusshhhh.
Aku
memasuki rumah dan makan bersama my parents.
***
Di rumah Radit yang bercat putih.
“Dit
loe tau Roselina kan?”
“ya
tau lah, siapa yang gak kenal cewek cantik kaya’ dia, kulit putih, tinggi,
rambut panjang dan yang ngelengkapi dia itu otaknya smart” dari ekspresi
wajahnya sepertinya dia juga mengagumi Rose.
“loe
suka?”
“lumayan
lah”
“mau
gak loe pacaran sama dia”
“HAA,
gila apa loe mau ngasih dia ke gue” Radit kaget banget setelah di minta pacaran
sama Rose.
“Why
not”
“gila
banget loe ya mau ngasih Rose ke gue, padahal banyak loh yang naksir sama dia”
Radit masih tak percaya apa yang di minta Ridho. “loe kan juga bisa macarin
dia, kenapa gue yang loe minta macarin dia”
“maunya
sih gitu” Ridho berkata dalam hati dengan kesedihannya. “gue Cuma pengen
ngeliat dia seneng kok” suaranya pelan sekali.
“loe
suka sama dia kan? Napa gak loe tembak aja sih” wajah Radit bersemangat sekali
mau dukung Ridho jadi pacar Rose.
“gak
bisa”
“napa
gak bisa?”
“udah
deh loe gak usah nanya-nanya lagi, mau gak loe sama dia” Ridho mulai emosi di
tanya-tanya begitu, dia gak apa yang dia rahasiakan selama ini terbongkar.
“sorry
deh” wajahnya tertunduk menyesal. “oke deh gue mau macarin dia” semangat sekali
Radit berkata begitu, Ridho aja sampe kaget ngedengernya.
“tapi
loe jangan pernah buat dia nangis ya?”
“tenang
bro, gue pecinta wanita kok” Radit menepuk bahu Ridho pelan, tapi tetap saja
hati kecil Ridho gak terima sama sekali.
“ya
udah loe besok jemput dia jam setengah tujuh ya, loe harus nembak dia saat
perjalanan ke sekolah” wajahnya tetap saja gak bisa di sembunyiin dari
kesedihannya. “gue cabut ya”
“hati-hati
bro”
Ridho
menyalakan motornya dan melaju dengan kekuatan penuh. Ngeeenngggg. wajahnya
sedih sekali, matanya berair, keringatnya mengalir dengan deras. Kasian sekali
kau Ridho, cintamu bertepuk sebelah tangan.
***
Hari
ini rumah Ridho sepi sekali, sedih rasanya. Mungkin dia gak masuk, pasti aku
akan kesepian tanpa suaranya. Tapi pagi ini kesedihan ku tidak bertahan lama,
dia sangat kaget campur senang ketika melihat seseorang di depan pagar
rumahnya. Siapa tuh? Dia adalah pangeran berkuda hitam, siapa lagi kalau bukan
Radit. Pagi ini dia ada di depan pagar rumah ku, duduk di atas motor ninjanya
berwarna hitam.
“ngapain
Dit?” senyum ku tak lepas-lepas memandang wajahnya yang selalu enak di pandang.
“jemputin
loe” jawabnya santai, ia juga tersenyum manis sekali.
“beneran”
aku kaget banget karna pangerannya menjempunya ke istana.
Dia
hanya mengangguk dan tersenyum ramah, lalu dia menyuruh Rose naik ke motornya.
Sungguh kaget sekali Rose ketika di ajak begitu. Gimana gak kaget, Rose sendiri
belum pernah bergoncengan naik motor gede. Gimana nih, duduk cowok pasti salah,
duduk cewek pasti grogi harus memegang perut Radit selama perjalanan. Mampus
loe.
“duh
Ridho kok gak keluar rumah sih, udah hampir jam tujuh nih” aku berkata dalam
hati sambil memandang rumah Ridho.
“napa
Ros, kok bengong” Radit mengagetkan ku yang berdiri mematung.
“ah
nggak kok, rumah Ridho kok sepi ya?”
“dia
tadi nelpon gue, bilangnya izin ke rumah neneknya” Radit memang berkata jujur,
tapi Ridho berkata bohong. Sejak tadi, Ridho selalu memerhatikan kami lewat jendela
kamarnya di lantai 2.
“oh
ya udah berangkat yuk” aku menaiki motornya dengan duduk ala wanita.
“pegangan
dong” Radit langsung menarik tangan ku memeluk perutnya.
Tentu
saja jantung ku langsung dag dig dug. Ya ampun seneng banget deh bisa
deket-deket sama pangeranku. Tapi dari kesenangan ku itu, ternyata Ridho sedang
meneteskan air mata yang lama tidak ia keluarkan. Hatinya sangat terluka,
matanya sembab sekali. Kasian dia.
Breemmmm,
motor di jalankan. Selama perjalanan berlangsung, Radit hanya bercanda aja.
Membuat isi perutku ikut tertawa.
Suatu
saat dia mengatakan sesuatu yang gak pernah aku duga. Jantung ku berdebar
begitu kencang.
“Rose,
mau gak loe jadi pacar gue” di tengah keramaian kendaraan dia mengungkapkan hal
yang paling ku tunggu-tunggu.
“loe
gak bercanda kah?” aku mencoba bertanya serius biar gak ke Ge-eR an gitu.
“gak,
gue selalu serius kalo sama perempuan” kata-katanya mantap, meyakinkan banget
loh. “mau gak loe” dia mengulang kata-katanya.
Jantung
ku mau copot ni rasanya, berbunga bunga banget nih hati. Pasti lagi mekar nih
bunga di hati ku. “gue mau Dit” suara ku pelan sekali.
“apa
loe bilang, gue gak denger”
“gue
mau Dit” aku mencoba mengeraskan lagi volum suara ku.
“yakin?”
kaya’ nya kurang yakin banget sama sih.
“yakin
banget Dit”
“thanks
banget Rose” suaranya bersemangat kegirangan, dia tambah menari kuat tangan ku
dan megelus tangan ku lembut.
Sumpah,
aku seneng banget dengan kejadian hari ini. Serasa gak percaya apa yang telah
terjadi. Sayang nya Ridho gak ngeliat kegirangan ku.
***
Cukup
lama aku berpacaran dengan Radit, kalau di hitung sih udah berjalan 5 bulan.
Dan 5 bulan itu juga Ridho berubah sikap sama aku. Aku juga bingung kenapa dia
bisa beruah begitu. Dia jadi sedikit pendiam, dan gak banyak ber commet. Sedih
juga melihatnya begitu. Malahan ya, dia jadi suka pemarah. Aku pernah di bentak
gara-gara megang tangan nya aja, padahal dari dulu dia selalu lembut kalo
bicara.
Suatu
sore pukul 04:00, aku janjian sama Radit di taman. Tapi sebelumnya aku gak tau
kalo Ridho sedang duduk di bangku taman juga, tapi agak jauh dari bangku taman
tempat aku dan Radit duduk.
Lambat
laun waktu berjalan ada seorang perempuan cantik mendekati kami yang duduk
berdua. Perempuan itu langsung mencak-mencak ngina aku. Kata-katanya pedih
banget.
“say
ngapain loe di sini, nih siapa lagi” dia menunjukku dengan wajah seperti setan
ngamuk. Syereem. “kemaren lusa Dila, kemaren malem Adel, trus nih siapa?”
nadanya kasar banget.
“gue
bisa jelasin say” tangan Radit memegang kedua tangan perempuan itu, hati ku
sakit sekali ketika Radit megang tangannya malah panggil say lagi.
“Dit
dia siapa?” aku bertanya seperti gadis polos.
“oh
elo cewek barunya Radit, heh perempuan murahan dia ini pacar GUE” dia
melepaskan tangannya dari genggaman Radit. “bahkan ya dia itu udah di jodohin
sama GUE, jadi loe gak usah kegatelan deh” perih bener tuh kata-kata. Aku
meneteskan air mata yang seharusnya air mata itu untuk orang yang mencintai aku
dengan tulus.
Aku
berlari dan berlari, sedih rasanya di gituin sama laki-laki brengsek seperti
Radit. Ternyata bener kata Ridho kalau radit itu playboy. Saat itu hujan deras
tiba-tiba mengguyur badan ku. Aku menangis tersedu-sedu di tengah jalan raya.
Pandangan ku kosong, pikiran ku kacau dan badan ku menggigil kedinginan. Saat
itu aku hanya berharap Ridho ada di samping ku, menenangkan ku di saat aku
remuk. Tapi itu pasti gak mungkin. Selama 5 bulan dia cuek sama aku, pasti itu
gak mungkin.
Tiit..tiit..tiit..
Tanpa
ku sadari, ada truk kuning mendekati ku dengan kelajuan penuh. Tapi aku tak
pernah menyadarinya, bahkan aku tak mendengarnya. Aku hanya berjalan dan terus
berjalan di keramaian hujan yang menyebu tubuh ku.
“ROSEE”
ternyata Ridho mengejarku, tapi aku gak menyadarinya. Dia teriak dengan sangat
kencangnya. “ROSE ADA TRUK” teriakannya membuat ku kaget.
Aku
berbalik badan, ingin rasanya aku menangis di bahunya. Tapi sial, saat aku
berbalik badan mobil truk itu 10 meter di hadapanku. Jelas saja aku kaget. Kaki
ku kram gak bisa bergerak. Air mat aku mengalir tambah deras. Aku harap jika
detik itu aku akan meninggalkan kehidupanku, aku hanya berharap ada air mata
cinta yang menjatuhi pipi ku.
“AWAS
ROSE” Ridho mendorong ku jatuh ke aspal hitam yang basah.
Aku
gak percaya apa yang ku lihat saat itu. Ridho mendorong ku dan mengobankan nyawanya
demi aku. Dia tertabrak truk yang cukup besar. BRUKKK. Truk itu langsung pergi
melarikan diri, tanpa melihat korbannya.
“RIDHOOO”
aku teriak begitu kencang melihat Ridho terjatuh dengan darah di sekujur
tubuhnya. “Dho..Dho..bangun Dho, jangan tinggalkan aku Dho” aku mengguncang
tubuhnya kuat. Saat kejadian itu aku menangis bertubi-tubi tanpa henti. Ketika
ku genggam tangannya, aku merasakan ada sesuatu yang bergerak.
Mata
Ridho perlahan terbuka, ia mengucapkan kata-kata yang terbata-bata. “R..Rose..ja..jaga..di..di..rimu..y..ya..gu..gue..sa..yang..a..ma..l..loe”
kata-katanya membuat ku tersentak kaget, aku mengalirkan air mata yang begitu
deras. Saat itu aku merasakan sayang yang begitu dalam.
“gue
juga sayang sama loe Dho” tetesan air mata ku mengenai pipinya. “bertahan Dho,
gue bawa loe kerumah sakit” saat itu ada taxi yang sedang lewat. Alhamdulillah.
Matanya
kembali menutup dan ku angkat badannya sekuat tenaga masuk ke dalam taxi.
Tangisan ku tak henti-hentinya mengalir.
Tidak
lama aku sampai di rumah sakit, para suster membantuku membawanya ke ruan UGD.
Badanku gemetaran, tangisan ku tak bisa di tahan. Aku rela nangis sepanjang
malam demi dia yang tersayang.
Tak
lama, seorang dokter keluar dari ruang UGD. Dokter itu berkata “maaf de’ Ridho
sudah di jemput oleh yang Maha Kuasa” Ya Allah, aku kaget dan tersedu. Aku
harus menelpon orang tuanya dan memberitahukan kejadian ini.
***
Sewaktu
melayat, aku selalu membacakan doa-doa untuknya. Aku tak percaya sahabat
terbaikku pergi secepat itu. Setelah semua sepi, aku di berikan sebuah buku
diary oleh papanya. Buku itu adalah buku diary milik Ridho. Tangan ku
sangat gemetaran membuka buku itu.
Lembar
demi lembar ku baca membuat ku meneteskan air mata. Salah satu lembar yang
membuat ku terkejut yang bertuliskan “Rose, loe tau gak sih kalau gue sayang n’
cinta ama loe. Apapun akan gue lakukan demi memuat loe bahagi, meski itu akan
menghancurkan hati gue dan merenggut nyawa gue”
Hati
ku sangat pedih, aku sangat menyesal dengan apa yang telah ku lakukan.
·
yang
udah ngebaca karya ku, aku mohon dengan sangat kritik dan saran yah..
thank's
before.. (".")
sedih banget endingnya mba :'(
BalasHapus